Selasa, 13 Maret 2012

Hakekat Iklim Sekolah

Sekolah merupakan salah satu bentuk organisasi dan struktur yang sederhana. Di dalam organisasi sekolah terjadi interaksi antar anggotanya antara lain guru, siswa, kepala sekolah, orang tua siswa, yang ditunjang oleh sarana prasarana. Sebagai sebuah organisasi, sekolah memiliki visi, misi dan setrategi untuk mencapai tujuan. Dalam mewujudkan visi, misi dan straregi sekolah tersebut diperlukan manajeman di bawah kepemimpinan kepala sekolah. Iklim adalah konsep sistem yang mencerminkan keseluruhan gaya hidup suatu organisasi . Apabila gaya hidup itu dapat ditingkatkan, kemungkinan besar tercapai peningkatan prestasi dapat diukur ( Keith Davis dan John W. Newstro, 1982). Pandangan ini mengindikasikan kualitas iklim memungkinkan meningkatnya prestasi belajar siswa.

Iklim tidak dapat dilihat dan disentuh, tetapi ia ada seperti udara dalam ruangan. Ia mengitari dan mempengaruhi segala hal yang terjadi dalam suatu organisasi. Iklim dapat mempengaruhi motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja (Keith Davis, 185:23). Iklim sekolah dapat digolongkan menjadi 6 kondisi yaitu: (1) iklim terbuka, (2) iklim bebas, (3) iklim terkontrol (4) iklim familier (kekeluargaan), (5) iklim parternal, dan (6) iklim tertutup.

Menurut Wayne K. Hoy dan Cicil G. Miske, dalam bukunya Educational Administration:Theory, Research, and Practice mengemukakan: “Organizatonal climate was defined as a set of internal characteristics that distinguishes one school from another and influences the behavior of people“ (1978:170). Iklim sekolah didefinisikan sebagai seperangkat ciri internal yang membedakan satu sekolah dari yang lain dan mempengaruhi tingkah laku manusia. Jadi, dapat dikatakan bahwa iklim sekolah adalah kondisi sekolah yang diwujudkan berdasarkan seperangkat nilai atau norma, kebiasaan, dan ditopang sarana–prasarana. Kondisi tersebut berusaha dipertahankan oleh kepala sekolah, guru, dan siswa dalam upaya peningkatan, pertumbuhan, dan pengembangan sekolah dalam mencapai visi dan misinya.

Sumber : Hoy Wayne.K dan Miskel Cicil G. (1982). Educational administration, Theory, research, and practice. New York: Rondo House.

Pelatihan Keterampilan Sosial

Pelatihan ketrampilan sosial adalah salah satu bentuk pelatihan ketrampilan psikologis. Pelatihan ketrampilan psikologis diciptakan sebagai alternatif bagi pemberi bantuan atau konselor terhadap masyarakat golongan sosial ekonomi menengah ke bawah.

Ada banyak pelatihan ketrampilan psikologis antara lain pelatihan pemecahan masalah yang kreatif, pelatihan asertivitas, pelatihan wawancara pekerjaan, dan pelatihan ketrampilan sosial. Pada prinsipnya pelatihan ketrampilan psikologis ini dapat dilaksanakan melalui 4 tahap, yaitu:

Modelling, yang dilakukan dengan cara memperlihatkan contoh tentang ketrampilan berperilaku yang spesifik, yang diharapkan dapat dipelajari oleh pelatih. Model ini dapat langsung disajikan oleh terapis, pemeran atau aktor/aktris, model melalui video, ataupun gabungan dari model yang sesungguhnya dan model video. Untuk memenuhi tujuan ini disusun langkah-langkah yang akan diperagakan oleh model, baik langsung maupun melalui kaset video. Ketrampilan yang diajarkan dapat berupa ketrampilan tunggal maupun ketrampilan kombinasi. Ketrampilan tunggal hanya memuat satu jenis ketrampilan dasar saja, misalnya ketrampilan memulai pembicaraan, melakukan pembicaraan, mengakhiri pembicaraan dan seterusnya. Ketrampilan kombinasi memuat pelatihan mengenai aplikasi ketrampilan dasar untuk menghadapi masalah-masalah dalam kehidupan nyata.

Bermain Peran (role play), dilakukan dengan cara mendengarkan petunjuk yang disajikan model atau melalui video. Setelah itu biasanya dilanjutkan dengan diskusi mengenai aktivitas yang dimodelkan. Latihan verbalisasi sangat diperlukan di sini melalui diskusi mengenai kejadian-kejadian yang sering membuat peserta berada dalam kesulitan. Bagi pelatih, latihan ini dapat dilakukan dengan cara menyajikan situasi/model, dan menanyakan pada klien mengenai apa yang akan dilakukannya apabila berada dalam situasi seperti itu. Setelah diskusi selesai, latihan bermain peran dapat dilakukan.

Umpan Balik (feedback) terhadap Kinerja yang Tepat, yang dilakukan dengan cara memberi pengukuh terhadap peserta yang menunjukkan kinerja yang tepat, apabila peserta berhasil melakukan peran yang dilatihkan secara in-vivo, maupun apabila peserta mengemukakan target perilaku yang ingin dilakukan.

Tulisan ini dipublikasikan di Psikologi Sosial dan tag Keterampilan, Pelatihan, psikologis, Sosial. Tandai permalink.

Pengertian Anak Luar Biasa (anak tuna)

Pada mulanya istilah anak cacat digunakan untuk menyebut seorang anak yang mempunyai satu atau lebih kelainan yang dimiliki pada diri anak tersebut baik itu kelainan fisik, kelainan mental atau kelainan tingkah laku. Kemudian Sub Direktorat Pembinaan SLB menetapkan istilah anak luar biasa untuk mengganti istilah cacat tersebut karena dianggap terlalu kasar dan dapat merusak perasaan anak yang bersangkutan.

Dalam perkembangannya timbul istilah lain yaitu anak berkelainan atau anak tuna. Dalam buku yang berjudul Lexikana Universal Encyclopedia dijelaskan bahwa Pengertian Anak Luar Biasa atau istilah ketunaan digunakan untuk menunjukkan adanya kerusakan fisik atau kelemahan mental yang sekarang lebih sering digunakan untuk menjelaskan adanya kelemahan, gangguan atau hambatan dalam segi mental, fisik atau emosi yang begitu berat sehingga mengakibatkan keterbatasan bagi mereka dalam melakukan aktivitas.

Klasifikasi Anak Tuna
Dalam perkembangannya anak tuna sangat beraneka ragam sekali macam klasifikasinya bila dilihat dari kelainan yang dimilikinya. Menurut Hidayat ( 1998 ) yang digolongkan sebagai anak luar biasa adalah semua anak yang menampakan penyimpangan yang demikian jauh dari keadaan yang dianggap normal atau biasa.

Adapun mengenai ciri – ciri kelainan yang dimilikinya tersebut antara lain digolongkan sebagai berikut : a) Kelainan fisik : penyimpangan yang dimiliki oleh anak tersebut yang ditampakkan oleh kelainan secara fisik yang dimilikinya tersebut ( tunanetra, tunarungu, tunadaksa ); b) Kelainan mental : penyimpangan yang dimiliki oleh anak tersebut yang ditampakkan oleh kelainan secara mental atau kejiwaan yang dimilikinya tersebut ( tunagrahita ); c) Kelainan perilaku : penyimpangan yang dimiliki oleh anak tersebut yang ditampakkan oleh kelainan emosi, sikap dan bahkan tingkah laku yang dimilikinya tersebut ( tunalaras ).